Rabu, 22 Februari 2012

The History


“SEJARAH BERKATA”
Oleh: Ahmad Mufid

Jas Merah, kata itu yang mengisi awal dari esaiku. Dimataku, orang yang berjuang untuk membela dan berkorban demi apapun adalah Pahlawan, orang yang berjuang untuk membela cinta maka, dia adalah Pahlawan.
Sejarah berkata, Indonesia dijajah bertahun – tahun lamanya, hingga banyak pejuang – pejuang telah gugur atau mengorbankan harta bendanya serta tenaga mereka untuk memerdekakan Negara RI. Mereka rela berkorban supaya kehidupan rakyat menjadi lebih baik daripada yang sudah – sudah. Mereka berjuang dalam tahun – tahun 20-an dan selama revolusi kemerdekaan ‘45, untuk mewujudkan Negara ini milik bersama[1]. Tekad itu mengandung patriotisme dan nasionalisme yang tinggi, serta bobot semangat pengabdian dan cita – cita yang menjulang menjadikan kobaran api dalam membela Tanah Air tanpa mengharap jasa serta Imbalan.
Pahlawan yang masuk dalam sejarah tidak hanya Pahlawan Nasional atau Pahlawan Revolusi saja, tetapi masih banyak Pahlawan – Pahlawan yang perjuangan serta jasanya layak diakui secara sah oleh Negara.
Sejarah berkata, perubahan Bangsa Indonesia adalah dengan adanya jiwa kebersamaan yang berhasil mengubah bangsa kita menjadi seperti sekarang ini. Sejarah pula telah menunjukkan kita pada Bangsa atas kegigihan para pejuang yang telah berhasil membawa barisan yang rapi menuju ketentraman. Kendati demikian,  orang yang berjuang hingga titik darah penghabisan tetap tak dikenal serta tak diakui sebagai Pahlawan yang sah. Selain itu, kebiasaan buruk Bangsa Indonesia  adalah tahu tentang sejarah, tetapi tetap membiarkan arsip sejarah palsu dijadikjan bacaan resmi di Masyarakat[2]. Adanya keistimewaan layak atau tidak layaknya menjadi Pahlwan adalah momok tersendiri  bagi Bangsa Indonesia. Maka mudah untuk menduga bahwa usulan layak atau tak layak gelar Pahlawan akhir – akhir ini serupa dengan pesta launching Musik yang menggembor – gemborkan gelarv tersebut..
Ada istilah Pahlawan diatas kertas, dan ada pula Pahlawan dalam hati. Pahlawan diatas kertas adalah Pahlawan yang perjuangannya tertulis dan diakui secara sah oleh Negara. Sedangkan Pahlawan dalam Hati adalah Pahlawan – Pahlawan yang perjuanganya tidak diakui secara sah.
Sejarah berkata, sosok Pahlawan adalah simbol perekat yang sangat efektif, kisah – kisah Pahlawan harus sering - sering diceritakan untuk membakar patriotisme rakyat Indonesia[3]. Dalam sejarah, perlawanan pejuang terhadap penjajah awalnya belum bisa bersatu, terbukti kala itu perlawanan selalau gagal dan pejuang – pejuang Bangsa gugur berjatuhan. Hal itu karena kurangnya rasa persatuan dan kesatuan serta kurangnya rasa kebangsaan. mereka pada umumnya berjuang hanya bersifat kedaerahan, belum merupakan perlawanan yang bersifat Nasional. Tapi, hal itu tidak menyurutkan rakyat Indonesia untuk berjuang kembali dengan membangkitkan semangat mereka. Oleh sebab itu, kita sebagai Warga Negara Indonesia, yang patut kita contoh adalah persatuan dan kesatuan yang dilakukan para pejuang Bangsa. Memang, sebelumnya hal itu tidak tercermin tapi dengan adanya kemauan dan kegigihan para pejuang, maka cita – cita yang diharapkan pun tercapai dengan keberhasilan yang menjadi impian, karena adanya semangat yang kuat
Sejarah berkata, Umat islam juga tidak pernah absen dalam perjuangan bangsa. Umat islam berjuang untuk seluruh rakyat Indonesia, bangsa dan agama. Mereka semuanya adalah Pahlawan, jadi tidak hanya berjuang pada kepentingan bangsa saja, tetapi agama pun menjadi salah satu tujuan. Menumbuhkan semangat yang tinggi dengan kekuatan islam dan persatuan seluruh rakyat Indonesia. Jadi, siapapun yang berjuang bagi bangsa Indonesia tak pandang bulu, tak pandang usia, agama atau ras budaya[4].
Sejarah berkata, Guru adalah pahlawan. Benar adanya jikalau ada yang mengatakan demikian, termasuk sejarah. Karena perannya dalam memajukan bangsa Indonesia dan membela tanah air tertuang pada pejuang – pejuang yang pernah belajar padanya. Termasuk pahlawan yang berjasa bagi bangsa, tanpa seorang Guru pejuang tidak mungkin bisa mengerti apa – apa. Jadi Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang memiliki beribu – ribu jasa sampai saat ini. Tidak hanya itu, Sejarah pun berkata bahwa Jugun Ian Fu yang merupakan wanita – wanita pemuas nafsu tentara jepang pada zaman itu, bisa dikatakan pahlawan[5]. Maka siapapun yang berjuang demi bangsa Indonesia, meskipun tidak mendapat pengakuan khusus dari pemerintah Indonesia adalah bisa dikatakan Pahlawan, apapun bentuknya.
Pengangkatan seseorang sebagai Pahlawan zaman ini sudah berbeda dengan Tempoe doloe, zaman ini sudah sangat ketat untuk menjadi seoarang Pahlawan, karena tidak memiliki bukti – bukti yang kuat dalam masalah itu. Perjuangan yang hebat dan pengabdian diatas rata – rata dalam melawan penjajah serta mengorbankan diri merupakan kriteria yang paling tidak harus dimiliki oleh seseorang untuk menjadi Pahlawan. Tak pernah menyerah dalam perjuangan hingga titik darah penghabisan, tak pernah melakukan penghianatan kepada Negara dan perlawanan dilakukan secara aktif dan terbuka. Hal – hal itu yang dibutuhkan untuk menjadi seorang Pahlawan Nasional. Namun tidak hanya itu, berbagai macam prosedur pengajuan dari daerah sampai pusat pun menjadi beberapa syarat yang tak bisa ditinggalkan.
Namun masih banyak pejuang tak dikenal lainnya yang bisa dikatakan sebagai Pahlawan dari masyarakat daerahnya, sayangnya pejuang yang semacam itu, tergolong sebagai Pahlawan yang tak dikenal, meskipun mendapat gelar pahlawan, tapi tak diakui secara sah oleh pemerintah. Kacamata sejarah perlu dibuka lebar untuk melihat siapa sajakah yang seharusnya diakui secara penuh sebagai Pahlawan. agar masyarakat tak salah menilai tentang pejuang yang bersejarah.   
Sejarah pun tak berkata demikian, jika melihat dalam arti sempit, apapun perjuanganya, kalau memang membela tanah air dengan realisasi apapun tanpa harus menemenuhi beberapa syarat, maka bisa dikatakan Pahlawan. Apalagi yang gugur dan dalam masa hidupnya membela Tanah Air, maka haruslah diakui sebagai Pahlawan Nasional tanpa harus memenuhi syarat – syarat itu.
Siapapun yang berjuang dan membela Tanah Air Indonesia, maka dialah Pahlawan. Gelar Pahlawan tidak harus diakui oleh Negara. Nenek Moyang kita, yang berjuang membangun Indonesia dan rela berkorban demi Indonesia, hingga berhasil membangun bentuk kongkrit yang bisa dijadikan bukti bahwa mereka berhak mendapat gelar Pahlawan. Jalan Anyer sampai Penarukan adalah hasil jerih payah Nenek Moyang kita, yang dipekerjakan secara paksa oleh penjajah. Maka dari itu, pandangan sejarah tentang pahlawan tidak hanya terpusat pada satu titik yang jarang dijangkau, karena masih banyak pandangan sejarah lainnya yang bias kita gali.
Sejarah berkata, pembangunan dan kemajuan Negara Republik Indonesia tak lepas dari keringat para pejuang, maka tak layak jika kita melupakan jasa – jasa mereka yang telah memperjuangkan bangsa kita dalam barisan panjang yang berliku – liku dan telah berbondong – bondong bersedia mengorbankan diri demi kedamaian Bangsa. Hingga akhirnya banyak yang gugur dalam perjuangan. Tak hanya Pejuang yang seperti itu yang berhak mendapat penghargaan sebagai Pahlawan yang sah. Orang – orang yang mau mengorbankan dirinya pada bangsa, apapun bentuknya adalah patut mendapat penghargaan demikian
Jika kita menoleh pada sejarah, maka jasa – jasa para Pahlawan dan termasuk Pahlawan yang tak dikenal. Maka kita harus bisa mengenang dan mengingat siapa Pahlawan serta perjuangannya bagi bangsa kita. Kita tak bias semena – mena terlelap dalam hangatnya kasur atau sejuknya udara Indonesia, tapi kita pun harus mengingat bahwa Indonesia tak mungkin seperti ini jika tanpa jasa para Pahlawan dan Nenek moyang kita yang banyak tak diakui sebagai Pahlawan nasional. Cita – cita para Pahlawan sebenarnya tak terealisasikan, karena bukan bangsa yang semacam inilah yang dicita – citakan mereka. Kita yang tinggal menikmati hasilnya saja tidak mau nmemperingati atau bahkan sekedar memberi semangat baru bahwa Pahlawan pernah berjasa bagi bangsa kita. Bisa jadi mereka menangis dalam makam setelah melihat bangsa kita tak sesuai dengan cita – cita mereka sehingga tak sebanding dengan jerih payah mereka. Jika kita kembali ke sejarah maka kita akan tau siapa Pahlawan serta perjuangannya. Maka kita tidak mungkin akan seperti sekarang ini[6].
. Banyak tokoh – tokoh politik yang acuh dengan pengorbanan Pahlawan, banyak pula yang menghalalkan segala cara untuk mencuri milik Negara dan rakyat. Jika kita memandang hal ini, sangat kontras dengan Pahlawan yang segalanya dikorbankan pada bangsa untuk kepentingan bersama. Hal semacam itu menimbulkan perpecahan dan bisa menebar benih – benih kerusuhan yang bertentangan dengan perjuangan Pahlawan terhadap Negara Indonesia.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa Pahlawan, jika kita berjiwa besar maka kita harus menghargai jasa para Pahlawan. Dulu, bangsa Indonesia pernah dipandang besar oleh bangsa lain didunia, berkat  perjuangannya melawan Kolonialisme dan Imperialisme. Semua itu tak lepas dari campur tangan Pahlawan. Namun sekarang ini Negeri kita Indonesia sudah tak indah lagi dimata Negara lain.
Bisa kita simpulkan bahwa gelar Pahlawan tak seharusnya mengacu pada ketentuan yang dibuat oleh pemerintah tetapi kita harus bisa memandang dari segala arah. Gelar Pahlawan juga tak harus diakui secara sah oleh Negara, karena perjuangan para pejuang – pejuang itu memang tak ingin hanya mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional, tetapi kedamaian bangsa dan kesejahteraan serta ketentraman yang lebih utama. Maka Kita harus tahu bahwa pejuang yang ada di Indonesia semuanya adalah Pahlawan. Kita sebagai generasinya harus mau memperingatinya. Dan satu hal yang perlu dicatat dalam memory otak kita, Jas Merah (Jangan sekali – kali Melupakan Sejarah). Karena dari sejarah kita bias belajar.



[1] Pahlawan jiwa Revolusioner
[2] Mari sama – sama introspeksi
[3] Bila diangkat Pahlawan
[4] Sejarah SD SW 6 1992
[5] Kick Andy Book
[6] Pahlawan menangis dalam Makam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar