“JAKARTA ASET INDONESIA”
Oleh:
Ahmad Mufid
Ada gula ada semut[1],
mungkin pribahasa itu yang pantas kita ucapkan untuk kota Megapolitan Jakarta. Sebuah pribahasa biasa yang menyimpan
makna luar biasa bagi Jakarta. Pribahasa yang pantas diberikan untuk kota Jakarta,
karena memiliki makna yang cukup luas
dan sangat berarti bagi kota Jakarta sebagai ibukota Negara kita Indonesia
tercinta.
Pribahasa
yang tak asing ditelinga kita dan menyimpan makna yang begitu berharga bagi Jakarta
dan masyarakatnya. Bagaimana tidak, Jakarta sebagai kota yang dipandang indah
dan mewah ketika ditayangkan di Televisi dan begitu menarik perhatian, ternyata
menyimpan banyak hal yang belum terungkap mulai dari sisi ekonomi, politik, dan
budaya. Hal tersebut sebagai satu contoh penyebab ledakan penduduk di daerah
padat seperti Jakarta yang memiliki
nilai plus tersendiri serta nilai minus bagi Jakarta.
Ditempat
yang ada rizki pasti dikerumuni banyak orang, sebuah makna yang mendalam karena
pribahasa itu mengibaratkan bahwa Jakarta adalah sebagai pusat rizki.
Dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang dari waktu ke waktu semakin
bertambah, maka peringkat Jakarta sebagai kota metropolitan menjadi kota
megapolitan adalah peringkat yang sangat baik yang patut kita banggakan. Hal
itu adalah nilai plus yang dapat ditonjolkan
oleh warga Jakarta bahwa Jakarta adalah kota Duit, karena Jakarta
dianggap sebagai kota yang menjanjikan bagi masyarakat Indonesia dalam hal ekonomi.
Sehingga tidak sedikit masyarakat Indonesia dari banyak penjuru rela meninggalkan
keluarga serta tempat tinggalnya demi kelangsungan hidupnya, baik untuk menimba
ilmu atau mencari nafkah. Selain itu Jakarta juga menyimpan sejuta misteri
negatif yang tidak luput dari dampak banyaknya penduduk yang semakin hari
semakin bertambah. Seperti banyak anak jalanan yang tidak mendapatkan pendidikan
yang layak, pengamen, glandangan, dan bahkan pencopet. Semua itu terjadi karena
faktor ekonomi, sehingga Jakarta juga dianggap sebagai kota yang sangat keras.
Pentingnya
masa depan bagi kehidupan seseorang mau tidak mau memaksanya untuk memahami apa
yang terjadi di masa lampau, sehingga dapat berfikir progress terhadap sesuatu yang akan menjadi kebutuhan hidupnya[2].
Dengan fikiran seperti itu, tentu tidak begitu saja menyia – nyiakan waktunya
hanya untuk berdiam diri dan membayangkan rizki datang didepan mata tanpa suatu
usaha. Salah satu contoh yang dilakukan masyarakat Indonesia adalah urbanisasi atau
bahkan transmigrasi. Hal ini dilakukan karena masyarakat di daerah yang kurang
terjamah oleh pemerintahan merasa bahwa desa memiliki banyak kekurangan, baik
dalam segi ekonomi, pendidikan, dan lapangan kerja.
Berbicara
tentang urbanisasi,
sebenarnya tidak dapat kita lepaskan dari masalah kependudukan. Sebagaimana
diketahui bahwa hubungan yang erat antara pertumbuhan penduduk yang cepat
dengan masalah urbanisasi
dan sebagai salah satu usaha sebagian besar masyarakat desa untuk
menanggulangi kekurangan – kekurangan yang dirasakan oleh masyarakat desa. Seperti
kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya fasilitas pendidikan, dan sarana
prasarana yang kurang memadai serta banyak faktor lain yang menyebabkan
seseorang untuk melakukan urbanisasi. Sehingga urbanisasi sebagai suatu gejala sosial
tidak berdiri sendiri, tetapi erat pula hubungannya dengan aspek – aspek lainnya
misalnya bidang ekonomi, pendidikan, industrialisasi, transportasi, dan komunikasi[3].
Urbanisasi mengalami
peningkatan pascahari raya idul fitri dan hari libur masa ajaran baru. Peningkatan ini disebabkan faktor kegagalan pemerintah pusat dalam
mengembangkan giat produksi di daerah asal para pendatang. Sehingga pada
hari raya idul fitri, masyarakat perantauan Jakarta yang mudik pada hari raya kemudian
balik ke Jakarta dan membawa keluarga atau
bahkan tetangga yang belum mendapatkan pekerjaan dengan tujuan untuk mencarikan
pekerjaan di Jakarta. Begitu pula remaja – remaja yang baru lulus SMA pun tak mau
ketinggalan untuk mengikuti jejak keluarganya. Sehingga Jakarta sebagai kota pertama tujuan
perantauan masyarakat pengangguran, mengalami ledakan penduduk sangat besar.
Sehingga dampak negatif yang dihasilkan pun juga sangat banyak.
Dampak
negatif akibat urbanisasi yang mengalami ledakan penduduk dapat dikatakan
sangat besar bagi kota yang menjadi tujuan urbanisasi atau desa yang
ditinggalkan. Contoh saja, terjadinya akulturasi budaya yang terkadang membawa
perbedaan antara masyarakat kota dengan desa. Sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadinya konflik masyarakat yang timbul akibat perbedaan budaya
kota yang sudah diserap oleh masyarakat yang melakukan urbanisasi dengan
masyarakat yang menetap di desanya. Populasi penduduk di desa semakin
berkurang, selain itu persebaran penduduk di pulau – pulau yang belum banyak
penghuninya pun persebarannya tidak merata. Hal ini tentu bertentangan dengan
ledakan penduduk yang dialami kota besar seperti Jakarta, sehingga tidak ada
keseimbangan persebaran penduduk di Indonesia.
Berbicara
tentang ledakan penduduk di Indonesia, fikiran kita tidak dapat terlepas dari
Jakarta. Karena Jakarta adalah contoh yang sangat pas untuk membahas permasalahan ledakan penduduk. ledakan penduduk
hingga saat ini masih belum dapat terpecahkan dikota Jakarta, semua ini dampak urbanisasi.
Selain itu,
masalah lain yang mengintip adalah dalam hal kesehatan. Penambahan penduduk
yang cepat menyebabkan tingkat kepadatan penduduk menjadi tinggi. Kita telah
mengetahui bahwa manusia memiliki berbagai kebutuhan. Manusia sebagai makhluk hidup
membutuhkan makanan, tempat tinggal, lahan, air bersih, dan udara bersih, serta
kebutuhan sosial ekonomi. Dalam hal ini Kesehatan adalah nomor satu, karena
jika kita tidak sehat maka, kita juga tidak dapat bekerja untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi kita. Namun Kesehatan sangat
terganggu dan wajar kita terima sebagai dampak urbanisasi seperti di
Jakarta.
Kesehatan
terasa sangat mahal ketika kita berada di lingkungan yang padat penduduk,
karena padat penduduk membuat pernafasan kita terganggu, serta kekurangan air
bersih. Padahal setiap manusia membutuhkan udara bersih untuk pernafasan dan
air bersih untuk kebutuhan hidup. Manusia memperoleh oksigen yang dibutuhkan melalui
udara bersih. Udara bersih berarti udara yang tidak tercemar, sehingga udara
terjaga dengan baik dan air sebagai kebutuhan sehari – hari. Dengan udara dan
air yang bersih maka kesehatan kita pun terjamin sehat. Namun, jika kita
mau menelusuri di Kolong Jembatan ibukota, banyak rumah kumuh yang berdiri reyot serta lingkungan yang kotor yang
sangat tidak mendukung kehidupan serta kesehatan kita. Miris rasanya jika semua
itu tidak segera teratasi.
Manusia
sebagai mahkluk hidup membutuhan makanan.Dengan bertambahnya jumlah
populasi manusia disuatu daerah, maka jumlah kebutuhan makanan yang
diperlukan juga semakin banyak. Bila hal ini tidak diimbangi dengan
peningkatan produksi pangan, maka dapat terjadi kekurangan makanan.
Akan tetapi laju pertambahan penduduk cenderung lebih cepat sehingga sangat
sulit untuk menyeimbangkan kebutuhan antara manusia dengan kebutuhan hidupnya.
Contoh saja di Jakarta, banyak anak jalanan yang belum tentu mendapatkan
makanan yang layak, hingga terjadi gizi buruk, semua itu disebabkan karena
ledakan penduduk.
Dari beberapa
dampak yang terlihat dan dapat kita rasakan, tentu kita dapat berfikir sebab –
sebab terjadinya semua itu dan solusi yang harus dapat kita pecahkan. Strategi
yang harus kita lakukan pertama adalah mengetahui akar permasalahan dan faktor
yang mendorong terjadinya urbaniasi. Kita tau bahwa urbanisasi sebagian besar
terjadi karena kekurangan ekonomi masyarakat, kurangnya sarana prasarana,
fasilitas pendidikan dan yang paling utama adalah kurangnya lapangan pekerjaan[4].
Semua itu mendorong masyarakat untuk melakukan urbanisasi hingga akhirnya terjadi
ledakan penduduk yang sulit terkontrol.
Kedua,
melalui langkah preventif yaitu mencegah penduduk desa untuk tidak melakukan
urbanisasi. Sebagai antisipasi agar penduduk desa mau melakukan itu adalah tergantung
pada upaya pemerintah untuk mewujudkan lapangan kerja yang layak untuk penduduk
desa, agar penduduk desa mampu menghasilkan ekonomi yang lebih baik dan mampu
mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa harus melakukan urbanisasi ke kota – kota
besar yang memicu ledakan penduduk.
Langkah
preventif selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbaiki atau bahkan
meningkatkan fasilitas pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan sarana prasarana di
desa agar penduduk desa merasa betah dan tidak ingin pindah ke kota. Tidak hanya
itu, Pemecahan secara otoritatif perlu
kita lakukan terhadap Penduduk urbanisasi yang sudah terlanjur tinggal di kota
dan tidak mendapatkan pekerjaan seharusnya dikembalikan ke daerah asalnya agar
keadaan di kota tidak semakin padat.
Program
keluarga berencana juga harus dapat diterapkan secara baik, karena dalam salah
satu faktor pertumbuhan penduduk juga disebabkan tingginya angka kelahiran.
Oleh sebab itu, penerapan Keluarga berencana perlu disosialisasikan kepada
masyarakat. Agar mereka tau bahwa dua anak sudah cukup untuk membentuk sebuah
keluarga yang bahagia.
Pemerintah
juga seharusnya memberikan modal kepada masyarakat yang membutuhkan, terutama
masyarakat desa yang berinisiatif untuk melakukan urbanisasi sebagai modal usaha
produktif penduduk agar dapat berkembang dan mengurungkan niatnya untuk
urbanisasi. Dengan jalan transmigrasi, penduduk dapat berkembang dengan usaha
yang diberikan pemerintah, dan persebaran penduduk antara pulau satu dengan
pulau yang lainnya dapat merata[5].
Semua usaha dan
strategi itu yang harus dapat kita lakukan agar penduduk yang sudah terlanjur
urbanisasi mau kembali ke daerah asalnya dan penduduk yang berinisiatif untuk
melakukan urbanisasi dapat berifikir ulang. Karena saya yaqin, jika sarana dan
prasana serta perlengkapan dan ekonomi penduduk desa sudah tercukupi, mereka
pasti mengurungkan niatnya untuk urbanisasi. Maka, kota – kota besar seperti
Jakarta tidak akan terjadi ledakan penduduk. Karena persebaran penduduk antara
pulau satu dengan yang lainnya dapat sebanding. Kemudian penduduk yang
mempunyai niat urbanisasi, akan tetap menetap di daerah asalnya. Dengan
strategi – strategi itu, diharapkan semua dampak ledakkan penduduk akibat
urbanisasi dapat teratasi. Terutama di Ibukota yang dari tahun ke tahun semakin
bertambah, dan dengan bertambahnya pendatang yang mau menghuni ibukota, maka
bertambah pula angka penderitaan. Oleh sebab itu, mari kita terapkan strategi
untuk merubah Indonesia pada umumnya dan Jakarta pada khususnya agar menjadi
Lebih baik.[6]
Daftar Pustaka
1. sarikata
Bhs. Indonesia/1994
2. www.tegalboto.org/E.103
3. wikipedia.com
4. Dipit89’s
blog
5. ratih
septi’s blog
6. Nasional
visioner’s book
[1]
sarikata Bhs. Indonesia/1994
[2]
www.tegalboto.org/E.103
[3]
wikipedia.com
[4]
Dipit89’s blog
[5] ratih
septi’s blog
[6]
Nasional visioner’s book
Tidak ada komentar:
Posting Komentar